JAKARTA – Kamar Dagang Internasional atau International
Chamber of Commerce (ICC) Indonesia mencatat masih minimnya jumlah pegawai bank
dan bankir yang memiliki sertifikat ahli kredit perdagangan internasional (trade finance) khusus Letter of Credit (L/C). Kondisi tersebut
menggambarkan latar belakang rendahnya kegiatan ekspor Indonesia selama ini.
Ketua Komisi Perbankan ICC Indonesia Herry Hykmanto
mengatakan, di Indonesia baru terdapat sekitar 100 orang yang telah memiliki
sertifikat bernama Certified Documentary
Credit Specialist (CDCS) tersebut.
“Di Tiongkok sudah ada 7.000 orang, kemudian India 2.000
orang, bahkan dengan Bangladesh pun kita masih kalah. Saya khawatir sumber daya
manusia (SDM) yang mengerti L/C masih saja terbatas, walaupun Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan diterapkan pada 2015,” kata Herry di Jakarta, Selasa
(18/9).
Herry mengatakan, CDCS menjadi patokan dalam perdagangan
internasional untuk menentukan apakah bank yang digunakan untuk L/C dapat
dipercaya. Jika seorang pegawai bank yang mengurus L/C eksportir asal Indonesia
tidak memiliki CDCS, bisa terjadi kemungkinan ditolaknya pembayaran oleh negara
tujuan karena dianggap tidak kompeten.
“Saat ini banyak bank yang memperebutkan SDM dengan sertifikat
CDCS karena memang masih terbatas jumlahnya. Tapi sayangnya, tidak banyak
pimpinan bank yang melihat pentingnya CDCS dimiliki oleh stafnya, karena harus
memberikan pelatihan khusus,” kata dia.
Menurut Herry, hambatan utama selain awareness yang minim, yaitu bank cenderung malas untuk mendorong
pegawainya mengikuti pelatihan sertifikasi CDCS yang memakan waktu serta dengan
harga hingga Rp 8 juta per orang. Di sisi lain, perbankan nasional diharap
dapat lebih kompetitif ketika dihadapkan dengan perbankan luar negeri.
Kendati saat ini tren penggunaan L/C dalam trade finance mulai digeser oleh bentuk open account, Herry membantah bahwa CDCS
tidak bermanfaat. Pasalnya, di tingkat internasional, penggunaan L/C masih
sekitar 45% dan di Indonesia masih lebih dari 60%.
“Berdasarkan survei yang dilakukan di 119 negara dan 229 bank
pada 2011 dan awal 2012, trennya akan kembali ke L/C. Ini karena belakangan ada
krisis Eropa. Dulu ekspor ke Yunani, kita berani pakai open account. Tapi apakah sekarang berani?” tukasnya.
Herry mengemukakan, pada 2013 aturan praktik standar perbankan
internasional (International Standard
Banking Practice/ISBP) mulai diterapkan oleh ICC di seluruh dunia. Dalam
aturan yang diterima secara internasional tersebut, petugas pengurus L/C di setiap bank harus memiliki sertifikasi
CDCS.
“Kami sudah sampaikan ini ke Bank Indonesia (BI), Kementerian
Perdagangan (Kemendag), Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), dan
Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP) agar sertifikasi ini dapat
diwajibkan. Sehingga dalam 3 tahun ke depan, diharapkan sudah ada 1.000 pegawai
bank yang memiliki CDCS,” paparnya.
Herry mengungkapkan, pihaknya akan merombak organisasi (ICC
Indonesia) agar dapat menggenjot sertifikasi tersebut, termasuk
mensosialisasikannya dengan baik kepada eksportir dan importir melalui Kamar
Dagang Industri Indonesia (Kadin). Menurutnya, pihak LSPP dan Perbanas sangat
menyambut niat ICC Indonesia tersebut.
“Ini sifatnya non profit
dan jika sudah siap dari sisi LSPP-nya, bisa ditindaklanjuti sehingga bisa
rampung tahun ini,” pungkasnya. (grc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar