Rabu, 02 November 2011

Bunga Turun, Kabar Baik Bagi Debitur KPR


JAKARTA – Masih terbukanya peluang untuk kembali turunnya suku bunga acuan (BI rate) karena rendahnya inflasi, bahkan deflasi pada Oktober 2011, membuat perbankan siap menurunkan bunga. Pada saat yang sama, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) di bank-bank cukup tinggi.


Berdasarkan Survei Perbankan Triwulan III-2011 yang dirilis Bank Indonesia (BI), suku bunga kredit konsumsi rupiah telah mengalami penurunan dari 16,51% pada triwulan II-2011, menjadi 14,99%. Spread bunga kredit konsumsi juga telah menurun dari 10,42% menjadi 8,95%.


Kendati bankir memperkirakan bunga kredit konsumsi meningkat kembali menjadi 15,12% dan spread menjadi 9,03% pada triwulan IV-2011, ekspektasinya cukup positif. Sepanjang 2011, bankir memperkirakan pertumbuhan kredit properti residensial dan komersial secara year on year (yoy) masing-masing dapat mencapai 25,7% dan 18,9%.


BI juga mencatat ekspektasi penyaluran kredit tahun 2011 di mata bankir juga dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap kondisi makro perekonomian. “Serta kebijakan suku bunga kredit oleh perbankan atau alasan makro,” tulis BI seperti dikutip Investor Daily di Jakarta, Rabu (2/11).


Pengamat perbankan dari Strategic Indonesia Jos Luhukay mengatakan, kemungkinan turunnya BI rate masih tinggi dan bisa dinilai menggembirakan oleh ekonomi domestik. Menurutnya, setiap potongan (cut) terhadap bunga di saat ekonomi masih kondusif, bakal berdampak positif dan mengalihkan dari dampak krisis terhadap kinerja ekspor.


Berdasarkan pengamatan Investor Daily, sejumlah bank juga telah menurunkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada periode September 2011, kendati tidak terlalu signifikan. Namun, beberapa bank tertentu melakukan penurunan SBDK cukup besar, terutama untuk KPR.


Sebagai contoh, per Juni 2011, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mematok SBDK untuk KPR di level 9,50%. Pada 31 Oktober 2011, BCA mengumumka SBDK KPR-nya menjadi 7,50%. Tidak hanya KPR, BCA menurunkan SBDK kredit konsumer non-KPR hampir sebesar 200 basis points (bps) dari 10,05% pada Juni 2011 menjadi 8,64%.


Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya memang sengaja meneruskan program KPR berbunga fixed 7,5% untuk 1-2 tahun hingga Desember 2011 dari sebelumnya September 2011. “Kami akan stop dulu pada akhir tahun dan kembali ke rate normal, namun kami akan menggenjot KPR kembali pada Februari 2012 atau hari ulang tahun BCA,” kata dia.


Penurunan SBDK KPR juga dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dari 11,90% menjadi 11,80% per 30 September 2011. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), pada periode yang sama juga menurunkan SBDK KPR dari 11,49% menjadi 11,07%.


Tidak ketinggalan, bank campuran seperti PT ANZ Panin Bank dengan segmen menengah ke atas, turut menurunkan SBDK KPR-nya dari 12,27% menjadi 10,68%. Penurunan yang cukup signifikan sebesar 1,59% tersebut terjadi per 7 Oktober 2011.


Direktur Utama BNI Gatot Mudiantoro Suwondo mengatakan, kebutuhan untuk KPR masih sangat besar dan kondisinya masih jauh dari bubble. Pasalnya, mayoritas debitur KPR di BNI merupakan pembeli rumah pertama (first buyer).


BNI memang mengandalkan pertumbuhan KPR-nya melalui produk KPR BNI Griya, dengan porsi terbesar dari seluruh kredit konsumsi, yaitu 56%. Hingga kuartal III-2011, pertumbuhan KPR BNI Griya tercatat sebesar 49,6% dari Rp 10,82 triliun menjadi Rp 16,20 triliun.


Begitu pula yang terjadi di BRI, dimana KPR menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan kredit konsumernya. Hingga kuartal III-2011, pertumbuhan KPR BRI mencapai 29,5% menjadi Rp 7,95 triliun. Menurut Direktur Utama BRI Sofyan Basir, persaingan di KPR memang cukup tinggi.


“Tapi komitmen kami terus jalan untuk KPR dan kredit properti secara umum. Sebab di sisi lain ada pengembangan infrastruktur yang tidak berhenti, aehingga kebutuhan untuk rumah selalu meningkat,” kata Sofyan. (grc)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar