Jumat, 04 November 2011

BI Akan Batasi Maksimal Bunga Kartu Kredit


BI Akan Batasi Maksimal Bunga Kartu Kredit

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan membatasi bunga kartu kredit seperti yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). PBI tersebut segera dikeluarkan pada akhir November 2011 dan bakal berlaku pada 1 Januari 2013, serta 1 Januari 2015 untuk poin tertentu.


Gubernur BI Darmin Nasution menegaskan, sebenarnya yang diatur BI bukanlah semata-mata bunga, melainkan maksimal pengenaan bunga. “Kami akan atur bahwa bunga maksimal sekian, tidak boleh lebih dari itu. Kalau ternyata bunga yang dikenakan kurang dari angka maksimal itu, ya lebih bagus,” kata dia ketika ditemui di BI, Jakarta, Jumat (4/11).


PBI APMK, kata dia, mengatur permasalahan tagihan bunga berbunga yang tidak bisa dikenakan kepada semua orang. Di dalamnya juga terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi terkait pemberitahuan, agar nasabah mengetahui kewajibannya. Sehingga, ketika ditagih, nasabah tidak akan terkejut dan tidak bisa membayarnya.


Saat ini, peraturan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) belum termasuk untuk kartu kredit, melainkan baru memasukkan kredit konsumer KPR dan kredit konsumer non-KPR. Dengan adanya maksimal bunga kartu kredit, BI menegaskan agar para penerbit transparan dan melaporkan kepada nasabah untuk setiap komponen pembentuk bunga, termasuk premi risiko.


Menurut Darmin, nasabah selama ini banyak yang tidak memiliki pengetahuan apapun tentang bagaimana penerbit kartu kredit mengenakan perhitungan bunganya. Sebab itu, tidak ada sistem tawar-menawar, melainkan hanya mengisi formulir dan menandatanganinya. Hal itu berbeda dengan pengajuan kredit lainnya yang bisa terjadi negosiasi mengenai suku bunga.


“Jadi ya kami atur maksimal bunganya berapa. Itulah gunanya pengatur atau regulator,” ujar dia.


Menurut Darmin, rata-rata bunga kartu kredit di pasar saat ini, yaitu 3,5%-3,75% per bulan, dinilai terlalu tinggi oleh BI. Padahal, banyak nasabah yang tidak mengetahui apa-apa tentang itu. Dia mensinyalkan, bunga kartu kredit yang cukup wajar berada di sekitar 2%-3%.


PBI APMK juga bakal menetapkan pembayaran atau cicilan minimal (minimum payment) sebesar 10%, kendati kisaran di pasar saat ini di bawah itu. Dia mengakui, terdapat bank yang menilainya terlalu tinggi. Terkait denda atas keterlambatan pembayaran juga bakal diatur di situ.


Menurut Darmin, kendati PBI APMK lebih ketat dibandingkan peraturan pada 2009, BI tidak melihat bahwa industri akan tertekan. Bank sentral, kata dia, menginginkan pertumbuhan kartu kredit yang baik dengan aturan main yang cukup jelas.


“Kami yakin, dengan adanya maksimal bunga, itu dapat mendongkrak pertumbuhan. Kami memilih pertumbuhan yang masuk akal, tapi lebih safe bagi semua pihak, ketimbang pertumbuhan berlebihan namun safety-nya kurang diatur,” jelas dia.


Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI Ronald Waas menambahkan, selain turut mengatur tentang kartu kredit syariah, PBI APMK juga akan sepaket dengan PBI Alih Daya (Outsourcing), karena terkait dengan sistem penagihan yang selama ini menggunakan jasa pihak ketiga. Saat ini, PBI APMK masih ditinjau secara legal oleh Direktorat Hukum BI.


Setelah dikeluarkan pada akhir November 2011, PBI APMK akan melarang penggunaan kartu kredit untuk pemberian kredit tanpa agunan (KTA) per 1 Januari 2012. Sedangkan terkait peraturan secara umum serta penggunaan SMS alert untuk pemberitahuan transaksi yang tidak sesuai profil, berlaku pada 1 Januari 2013.


BI kemudian mewajibkan seluruh kartu kredit menggunakan personal identification number (PIN) pada 1 Januari 2015, sehingga tidak lagi menggunakan tanda tangan yang cenderung mudah dipalsukan.


Syarat Penting

Ronald mengatakan, PBI APMK juga mengatur minimal penghasilan yang dianggap layak (eligilble) menerima kartu kredit, yaitu Rp 3 juta per bulan. Nasabah tersebut maksimal memiliki kartu dari 2 penerbit. Dengan kata lain, nasabah dapat memiliki dua kartu dari 1 penerbit dengan prinsipal berbeda (Master dan Visa), sehingga totalnya maksimal 4 kartu dari kedua penerbit.


Sedangkan plafon maksimal 3 kali gaji minimum atau di bawah Rp 10 juta. Jika plafon mencapai lebih dari Rp 10 juta, BI menyerahkannya kepada pertimbangan bank penerbit kartu untuk assesment risikonya.


Di sisi lain, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan, pihaknya sudah membahas terkait pengenaan bunga tersebut bersama BI, namun memang tidak spesifik mengenai besarannya. Industri, kata dia, telah setuju untuk pengaturan bunga, sehingga akan menyerahkan planning penurunan suku bunga.


“Bunga yang kami tawarkan, tidak jauh berbeda dengan yang ditawarkan,” ujar dia.


Sedangkan terkait plafon, AKKI sempat menawarkan maksimal plafon 3 kali dari Upah Minimum Regional (UMR). Namun, ternyata BI menetapkan Rp 3 juta sebagai ukuran yang layak. Sedangkan terkait pembatasan jumlah kartu, AKKI juga sempat menginformasikan kepada BI terkait sulitnya mekanisme dengan infrastruktur yang ada.


“Namun kami akan lihat lagi, agar comply dengan aturan tersebut,” kata dia.


Steve menilai, jika dilihat dari sisi perkembangan bisnis kartu kredit, PBI APMK memang cenderung memperketat dan menyulitkan. Namun, menurut dia, harus dilihat dari dua sisi. Sebab jika industri tidak memberikan batasan dan memberikan kartu kredit kepada siapa saja, pada akhirnya akan meningkatkan kredit macet. (grc)


1 komentar:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai finansial, silahkan dikunjungi dan dibaca untuk menambah wawasan, berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/852/1/paper_Marimin_dan_Arfan.pdf
    trimakasih :)

    BalasHapus