Senin, 02 Agustus 2010

Muamalat Raup Rights Issue Minimal Rp 673 Miliar


Oleh: Grace Dwitiya Amianti / Investor Daily


JAKARTA – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (Muamalat) mencatat penghimpunan dana minimal Rp 673 miliar dari rights issue yang telah dilakukan. Namun, nilai tersebut sebenarnya bertambah hingga Rp 1 triliun jika semua pemegang saham mengambil haknya untuk membeli saham sendiri.


Perusahaan masih berada dalam tahap pencatatan sehingga penambahan komposisi saham masih bisa dilakukan. Namun, nilai tersebut dipastikan sudah final karena pemegang saham kecil tidak mengambil haknya.


“Hak pertama kali diberikan kepada existing shareholders dan sudah ada indikasi bahwa yang existing itu akan mengambil haknya. Jadi, pemegang saham yang tidak mengambil haknya akan terdilusi,” jelas Director of Compliance and Corporate Planning Muamalat Andi Buchari di Jakarta, pekan lalu.


Saham mayoritas di Muamalat dikuasai oleh tiga investor asing, yaitu Islamic Development Bank (IDB) sebesar 28%, Boubyan Bank Kuwait, dan SETCO, anak usaha Boubyan. Setelah rights issue, IDB menguasai saham sebesar 32,8% dan Boubyan serta SETCO masing-masing menguasai 24,9%. Totalnya mencapai 82,69%.


Saham-saham kecil lainnya dimiliki oleh Atwill Holdings Limited (15%) serta lokal (17%), yaitu individu (Abdul Rohim dan Rizal Ismael) dan publik. Menurut Andi, hasil rights issue tersebut bisa meningkatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) menjadi 16%. Sebelum rights issue, CAR perusahaan masih di sekitar 10% sehingga harus ditambah. Perusahaan juga tidak membagikan dividen dari laba tahun 2009 agar dananya bisa ditambahkan ke permodalan (laba ditahan).


Andi mengatakan, dana hasil rights issue akan dibagi menjadi dua porsi, yaitu 60% dan 40%. Porsi sebanyak 40% digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pengembangan jaringan baru, dan renovasi secara fisik. “Itu termasuk meningkatkan standar kualitas kantor, menambah 150 ATM tahun ini, dan membeli kantor-kantor yang gedungnya masih kami sewa,” jelas dia.


Sedangkan porsi 60% digunakan untuk ekspansi pembiayaan, secondary reserve, dan investasi sektor-sektor lainnya. Menurut Andi, dananya bisa digunakan untuk ekspansi semester II hingga 2011. Perusahaan sendiri menargetkan aset tahun ini mencapai Rp 19,5-20 triliun. Hingga semester I-2010, kata dia, aset telah mencapai Rp 16 triliun.


“Untuk pembiayaan, kami menargetkan sekitar Rp 17 triliun atau bertumbuh 20% secara year on year. Namun, kami belum bisa menyebutkan berapa pembiayaan pada semester I ini,” tukas Andi.


Menurut laporan keuangan per Mei 2010, perusahaan telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 12,5 triliun. Aset tercatat sebesar Rp 14,97 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) Rp 13,8 triliun. Andi mengatakan, pihaknya masih fokus di korporasi dan ritel sebesar 50-50%. Namun, pada akhir tahun diharapkan bisnis ritel akan menjadi 60% yang ditunjang terutama oleh kredit pemilikan rumah (KPR) dan pembiayaan kendaraan bermotor.


Perusahaan juga membiayai sektor trading finance, oil and gas, transportasi, energi, pembangkit listrik tenaga air (power plant). Dari segi rasio pembiayaan bermasalah (non-performing finance/NPF) gross, hingga Juni sekitar 4%. Sedangkan NPF net sekitar 3,7%. “Pada akhir tahun, NPF gross bisa turun menjadi 3,75% dan net-nya 3%. Sektor yang paling kecil NPF-nya adalah pembiayaan mikro,” papar dia.


Dia mengatakan, di pembiayaan syariah, Bank Indonesia (BI) melarang NPF menjadi tinggi. Jadi, bank syariah selalu melakukan antisipasi jika terdapat kemungkinan pembiayaan bermasalah. Jika terlanjur memiliki NPF tinggi, kata dia, bank syariah bisa melakukan rescheduling, rekondisi, maupun restrukturisasi total.


Perusahaan telah melayani sekitar 3 juta orang nasabah ritel di Indonesia. “Sebagai bank pure syariah pertama, kami telah memiliki sekitar 30% nasabah non-muslim yang terus meningkat terutama di Surabaya. Kami juga memiliki nasabah dari komunitas Tionghoa Jakarta, terutama berdomisili di Kelapa Gading, Pluit, Mangga Dua, dan lain-lain,” kata Andi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar