Minggu, 07 Maret 2010

Target KUR BRI Rp 9 Triliun

Oleh: Grace Dwitiya Amianti
Investor Daily

JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menargetkan kucuran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun ini sebesar Rp 9 triliun. Hingga 2009, realisasi KUR BRI telah mencapai Rp 14 triliun.


Direktur Utama BRI Sofyan Baasyir mengatakan, target KUR tahun ini tidak sebesar tahun lalu karena perubahan skema KUR 2010 dari Kementerian Perekonomian. “Tahun ini KUR mikro kami hanya Rp 8-9 triliun karena jumlah bank yang terlibat semakin banyak,” ujar Sofyan seusai penandatanganan addendum program KUR di Jakarta, Selasa (12/1).


Secara spesifik, perseroan menargetkan kucuran KUR Mikro sebesar Rp 8 triliun dan KUR Ritel Rp 3,67 triliun. Sedangkan suku bunga KUR mikro diturunkan dari 24% menjadi 22% dan KUR ritel dari 16% menjadi 14%. Namun, Sofyan mengatakan, nasabah mikro tidak pernah mempersoalkan suku bunga.


“Bunganya memang masih tinggi, tapi jauh lebih rendah dibandingkan bunga yang ditetapkan rentenir. Suku bunga KUR 22% setahun, berarti satu bulan bunganya hanya 1,12% dan sehari 0,02%. Bagi mereka, itu sangat rendah karena bunga rentenir per harinya 5% dan setahun menjadi 1.800%,” papar Sofyan.


Di sisi lain, dia membantah bahwa perbankan memberikan bunga yang tinggi bagi KUR di sektor industri. Sofyan mengatakan, kredit korporasi hanya dikenakan suku bunga 15% per tahunnya oleh perseroan. Selain itu, spread bunga bersih juga dinilainya sudah turun cukup banyak. “Dari 11% menjadi 9%,” ujar dia.


Sofyan mengatakan, KUR mikro mayoritas dikucurkan di pulau Jawa karena jumlah penduduknya yang banyak. Sedangkan KUR ritel lebih banyak dikucurkan di luar pulau Jawa karena kebutuhan usaha yang lebih besar. “Misalnya petani kakao dan kopi yang membutuhkan Rp 100-200 juta,” ujar dia.


NPL Wajar

Hingga November 2009, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) KUR mencapai 5,75%. Menurut Sofyan, angka tersebut masih cukup wajar karena mayoritas pengusaha mikro belum berpengalaman dalam mengelola utang.


Namun, dia melihat, addendum yang baru ini berpotensi menurunkan NPL sebesar 2-3% karena klaim ke PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) segera dibayar. “Sebelumnya, ada addendum yang mendadak, sehingga Askrindo tidak bisa menerima klaim kami. Namun, karena ada addendum yang baru, semua klaim akan dibayar,” jelas Sofyan.


Hingga kini, Askrindo menanggung klaim KUR bermasalah sebesar 70% dan perbankan menanggung 30%. Namun, Sofyan melihat, permasalahan NPL sebaiknya tidak dibesar-besarkan karena perbankan tetap selektif dalam memberikan kredit. “Sebab, kami masih menanggung risiko 30%,” ujar dia.


Sofyan juga menekankan keinginan BRI untuk menjadi penyalur mikro tunggal karena sistem informasi debitur (SID) dihilangkan dalam program KUR nasional ini. “Karena tidak ada SID, kami akan menjaga melalui sistem teknologi informasi agar tidak terjadi double financing karena tidak termonitor oleh Bank Indonesia,” kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar